Sabtu, 27 Agustus 2011

A TRIBUTE




Pagi ini, seperti minggu lalu, aku ibadah di sebuah gereja Khatolik dekat kos. Dan seperti minggu sebelumnya juga, aku mengambil tempat duduk di bagian belakang, di barisan yang hanya ada dua bangku. Tak lama ibadah dimulai, dua orang perempuan masuk dari pintu belakang. Seorang ibu tua duduk di bangku di sebelahku, sementara puterinya duduk di barisan di depannya. Sebagaimana biasa, ibadah di gereja ini menggunakan kertas acara. Si ibu dan puterinya ternyata hanya mengambil satu kertas acara yang dipegang oleh anaknya. Maka, akupun berbagi kertas acara dengannya. Semula, si ibu menolak dan berbisik bahwa ia tidak bisa melihat karena tak mengenakan kaca mata. Masa bodohlah, pikirku. Bagaimanapun juga berbagi kertas acara dengan orang orang yang tak memilikinya, mau dia bisa lihat atau tidak, yang penting aku lakukan dengan ikhlas. Benar saja dugaanku. Walau mungkin pandangannya sudah kabur, tetap saja si ibu khusuk membaca atau menyanyikan kidung dari kertas acara yang kusodorkan sedekat mungkin dengannya sepanjang ibadah.

Si ibu itu sudah begitu tuanya. Ketika berdiri tangannya menopang badan dan sesekali saat ia menangkupkan kedua telapak tangan dalam posisi menyembah (ini ciri khas Khatolik di Jawa, sepertinya), beberapa kali dia harus melepaskan tangkupan tangannya dan berpegangan di kursi di depannya. Beberapa si anak meminta ibunya untuk duduk saja. Tapi tetap saja, si ibu turut berdiri dan duduk sesuai dengan tata ibadah.

Dan setiap minggu juga, di dalam ibadah Khatolik ada perjamuan kudus. Imam dibantu para suster akan berdiri di tengah-tengah lorong gereja dan para jemaat mendatangi untuk mendapat roti perjamuan. Aku tak yakin si ibu bakal sanggup berjalan mendatangi imam atau suster itu. Namun, kala komuni dimulai, seorang suster yang harusnya menunggu jemaat, mendatangi si ibu yang duduk di sampingku dan menyerahkan roti untuknya. Si ibu menerima dengan agak kaget dan iapun dengan khusuk berdoa dan memakan roti itu.

Ketika ibadah hampir berakhir, saat imam mengucapkan terimakasih kepada pelayan liturgi dan para jemaat dari mimbar, tiba-tiba si ibu menyalamiku dan mengucapkan terimakasih. Sama seperti reaksi sang ibu, akupun agak kaget. Rasanya, pagi ini aku juga telah menerima sebuah penghargaan, walau hanya dalam bentuk perbuatan yang kecil. Seperti sang suster yang menghargai kegigihan sang ibu tua untuk datang ibadah pagi itu, seperti itu juga si ibu menghargai sedikit usaha yang kulakukan saat terus menyodorkan kertas acara kepadanya, entah dia bisa membacanya atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar