Senin, 08 Desember 2014

Tak Ada yang Objektif di Dunia Ini

Ini curhatan seorang kawan di kedai kopi tadi malam. Ceritanya, beberapa hari yang lalu, dia dan isteri serta anak laki-lakinya yang masih SD menonton acara pertunjukan musik. Ada beberapa genre musik yang manggung waktu itu. Ketika musik soul  sedang perform, iapun begitu menikmati alunan lagu dari band yang sedang manggung. Sangking menikmatinya, ia sampai memejamkan mata. Tak berapa lama, iapun buka mata. Tiba-tiba saja, dipanggung tampaklah seorang pemetik gitar seorang yang ia kenal. Orang itu memang punya reputasi tak menyenangkan di berbagai komunitas di Medan. Langsung turunlah kenikmatan musik soul yang tadinya sampai membuat dia sakaw. Tak lupa, dikabarkannya pulalah perihal manggungnya public enemy tadi ke beberapa kawan. Tawa kamipun pecah membayangkan betapa jijiknya orang-orang mendengar kabar tersebut.

Kamis, 04 Desember 2014

INTELEKTUALITAS YANG DEWASA

Saya begitu riang gembira ketika membaca sebuah istilah di dalam lembaran fotokopian yang saya dapat untuk salah satu mata kuliah. Ada sebuah istilah yang dinamakan 'kripto-religius' John W.M. Verhaar, SJ. Istilah itu ia pakai untuk merujuk pada sifat-sifat kultural yang melekat pada sebuah jabatan. Jabatan yang ia maksud di sini dimisalkan jabatan 'profesor' yang selalu dianggap sebagai ahli dalam suatu bidang. Ahli-nya si profesor itu bukan saja karena ia memang benaran ahli tapi lebih karena ia dianggap ahli. Lha, ini kan repot. Karena profesor itu sampai pensiun-pun akan terus dipanggil profesor. Sementara, yang namanya manusia kan tidak pengen libur, pensiun, dan berleha-leha di usia senjanya. Wajar jika sang profesor kemudian tidak lagi melakukan riset-riset sesuai dengan keahliannya. Tapi, tetap saja ia dipanggil dengan sebutan profesor dan di dalam sebutan itu melekat pula atribut keahliannya. Maka ia pun selamanya, sampai mati, dianggap ahli. Itulah kira-kira penjelasan dari sifat-sifat kultural yang 'kripto-religius'.