Kamis, 29 September 2011

MATI

Kematian selalu memberi tohokan, kadang keras kadang lembut, di ulu hati setiap orang yang ditinggalkan. Kematian juga selalu meninggalkan lubang menganga, kadang menganga lebar kadang cuma seujung jarum.

Ketika mendengar tentang kematian salah seorang kerabat, tepatnya paman ibuku, yang lumayan kukenal karena memang kami bertetangga, terasa ada yang menohok dan meninggalkan lubang kecil di hatiku. Padahal, jujur saja, aku tak peduli pada orang tua itu. Maksudku, aku benar-benar tidak punya kepedulian. Dia menjadi ada dalam daftar kerabat karena ia kebetulan paman ibuku. Namun dalam hal lainnya, aku tak tahu ia lahir di mana, anaknya berapa, usianya berapa, dan informasi-informasi lainnya.

Untuk seorang yang tak kupedulikan pun, matinya dia, tetap saja terasa menyesakkan dada. Walau dalam satu tarikan nafas aku sudah kembali lupa dengannya.

Hari ini, banyak orang yang mengenang matinya kerabat, suami, bapak, dan berbagai predikat orang yang dicintai. Hari ini pada 1965, kata pemerintah, PKI memberontak dengan membunuh 7 jenderal. Tapi, aku percaya, hari ini, mereka yang dituduh PKI sedang menghadapi kematian mereka, tanpa mereka tahu untuk apa mereka mati. Memikirkan itu saja, aku sudah merasa tertohok dan ada lubang di hatiku. Tak terbayangkan bagaimana perasaan mereka yang ditinggal mati. Kematian sungguh sebuah misteri, dan ke sanalah kita semua akan pergi. Sampai jumpa di dunia kematian. Dan semoga tak terlalu banyak orang yang merasa tertohok dan berlubang hatinya saat aku mati nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar