Senin, 05 Desember 2011

FORGETTING: AN INSTANT METHOD TO RESOLVE PROBLEM

"When i don't like somebody, i try to not hate them. Though, i try to forget them, because they're no one to me. No one to remember, no one to think about, just NO ONE."


Status itu kutulis dua hari yang lalu dan mendapat 7 like dan 1 protes lembek dan 1 protes keras. Well, dalam rangka menghargai perbedaan dan untuk tidak memanipulasi informasi, silakan dilihat langsung ke status fb ecie ana pada tanggal 12 Desember 2011. Di sini, aku ingin menceritakan sedikit sejarah dan metode melupakan yang sudah kuanut sejak lebih dari satu dekade yang lalu.


Mengapa harus melupakan? Technically, otak manusia punya kapasitas yang terbatas untuk menyimpan memori. Kata yahoo.answer : 


"Otak manusia memiliki sekitar 50 sampai 200 miliar neuron,
tiap satu neuron berhubungan dengan 100.000 neuron lainnya sehingga membentuk 100 trilyun sampai 10 bilyun jembatan sinapsis (penghubung antar satu neuron dengan neuron lain).
Setiap sinapsis mempunyai kemampuan menyimpan jenis informasi yang berbeda sampai jumlah tertentu, jika kita asumsikan kemampuannya mencapai 256 informasi yang berbeda dan tiap neuron mempunyai 10.000 sinapsis maka total kapasitas penyimpanan informasi dalam otak kita mencapai 500 sampai 1000 tera bytes.
Namun jika level penyimpanan informasi dalam otak kita terjadi pada tingkat molekular (molekul yang membentuk sel neuron) maka tingkat penyimpanannya akan jauh lebih besar, beberapa orang memperkirakan mencapai 3,6 x 10 pangkat 19 bytes."





Lha itu besar donk. Iya, kalau kita hidup cuma dua jam. Tapi kita kan hidup sudah bertahun-tahun. Memori sebegitu sih kecil. Buktinya, kita sering lupa. Fakta ilmiah sudah disajikan. Maka aku mencoba me-recall sejarah metode melupakan yang kulakukan selama ini.


Asumsiku, dari 7 pemberi like juga punya sejarah mengapa mereka setuju untuk melupakan dibanding wasting time melewati proses memaafkan yang bertele-tele dan buang energi itu. 


Agar tulisan ini tidak ahistoris, aku coba me-recall beberapa memori di masa lalu. Alkisah ketika SMA, ada seorang teman yang kita beri nama Mr X. Jadi, ia beberapa kali berulah dan bertingkah menyebalkan. Dari hal-hal yang remeh, kemudian suatu hari ia bertingkah supermenyebalkan. Setelah mengeluarkan kata makian seperlunya, aku pun mendiamkannya. Beberapa hari berlalu, Mr X tak juga bisa dilupakan---karena dia duduk di kursi di depanku. Akhirnya pada suatu hari, setelah lelah memendam amarah, aku berusaha berbaikan. Masalah selesai? Tidak juga. Masih sering aku ditanya-tanya tentang pertengkaran yang pernah terjadi di antara kami. Setiap kali aku bercerita, maka setiap kali itu pula aku memanggil memori yang menyakitkan itu. Kemarahan, kebencian, walau sudah berapa kalipun ingin kuselesaikan selalu saja datang. Karena aku menceritakannya, karena aku mengingatnya.


Yang lebih parah datang kemudian. Mr X berulah lagi. Kali ini lebih parah dan amarahku terasa sampai mau menyemburkan api seperti di film-film kartun. Then what? Berusaha memaafkan lagi, berdamai, menenangkan hati. Dan waktu itu sudah memasuki masa ujian nasional, yang kala itu masih disebut Ebta dan Ebtanas. Menghabiskan energi untuk masalah yang sama dengan orang yang sama, it's not smart at all. Akhirnya, aku mengambil solusi ekstrim. Forget it, forget him. Aku tak pernah menceritakan tentang peristiwa itu, tak pernah mengingatnya --- dan menyisakan memori dan energi lebih banyak untuk pelajaran sekolah. Masalah selesai. 


Percobaan pertama sukses dan aku berusaha untuk menyelesaikan masalah kecil dengan cara konvensional biasa. Berdiskusi, bercerita, kadang dengan bumbu-bumbu rasa tidak suka, kadang hanya sekadar bercerita tanpa rasa sama sekali, hanya narasi. Namun, terkadang masalah dan orang yang dihadapi terlalu menyebalkan dan bertele-tele. Parahnya, masalah dan orang itupun tak penting-penting amat kok. Dia siapa, apa pengaruhnya kalau dia tak ada, sama sekali tidak signifikan. Tapi, kok ya selalu saja memikirkan subjek yang sama, menghabiskan memori, emosi, dan energi. Maka aku memilih untuk melupakan.


Apakah metode ini cukup ampuh, apakah tidak meninggalkan luka yang bernanah dan membusuk, apakah tidak menimbulkan trauma?


Suatu hari, sekitar 3 tahun setelah kejadian dengan Mr X, seorang teman SMA datang ke rumah dan bercerita tentang kejadian masa lalu, perseteruanku dengan Mr X, dan bagaimana aku menyelesaikannya. Dan ketika aku berusaha me-recall memori itu, tak ada kemarahan, tak ada benci, tak ada luka, tak ada nanah, tak ada yang membusuk. Aku seperti melihat sesuatu pada pertemuan pertama, tanpa tendensi, tanpa asumsi. Dan yang jelas, pada masa lalu, aku berhasil menghilangkan satu rangkaian proses yang panjang dan menyakitkan bernama memaafkan. Masalah selesai. Di tengah berbagai derita, pergumulan, beban, pertengkaran, yang kadang kita tidak bisa elakkan karena tingkat urgensinya, berkaitan dengan keluarga dekat, sahabat, yang terkasih, seseorang yang penting, teknik melupakan ternyata, bagiku, lebih cepat menyelesaikan masalah daripada mengikuti alur pemaafan konvensional. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar