Minggu, 23 Oktober 2011

KEHIDUPAN

Pernahkah kukatakan kalau aku benci tangisan bayi? Bukan karena aku benci kehidupan, tapi karena kubenci penderitaan. Aku benci melihat mahluk kecil itu harus keluar dari rahim ibunya yang hangat dan menghadapi dinginnya dunia. Aku benci melihat orang-orang dewasa merasa bangga kalau bayi itu tumbuh semakin besar dan meninggalkan keluguannya. Karena begitu banyak penderitaan di dunia ini, di kehidupan ini, maka rasanya cukuplah kita saja yang berjuang keras tanpa henti untuk tetap hidup, tak perlulah menambah kawan sependeritaan lagi.

Pagi ini aku terbangun dengan perasaan duka karena kematian. Tapi kucoba usir dengan beryoga, cara terbaik yang kutahu untuk kembali bersatu dengan jiwaku yang melayang-layang. Belum selesai yogaku, kudengar bunyi gedebuk yang cukup keras dan disambut jeritan pilu seorang bayi dan teriakan histeris ibunya. Yogaku terhenti dan hatiku semakin galau. Lihat, apa yang dilakukan kedua orang tua bayi itu sampai anak mereka jatuh berdebam begitu keras!

Mengutip kata orang bijak, tidak semua kita pernah menjadi orang tua, tapi semua kita pasti pernah jadi anak. Sebagai anak, cukup lama, puluhan tahun aku berjuang untuk bahagia dan menyelesaikan dendam kesumat pada kedua orang tuaku. Pada bapak yang tak pernah ada untukku sampai akhirnya maut menjemputnya di usia muda. Pada ibu yang mengandungku dan membagi racun-racun dari obat asma yang ia konsumsi.

Berdamai, itu yang kucari terus dan terus. Mencoba mencari keseimbangan antara penderitaan yang bertaburan di seluruh pelosok kehidupan dan benih-benih kebahagiaan di semesta ini. Jadilah seorang anak dan tanyakan pada dirimu apakah jika anakmu adalah kamu dan kamu adalah anakmu, apakah kamu sudah merasa pantas menjadi seorang tua. Bukan sebagai orang dewasa yang dengan ego dan kesombongannya menganggap dirinya pantas menjadi orang tua. Lihat, apakah kamu akan menyediakan waktu, kasih, materi, perhatian yang cukup untuk anakmu. Setelah itu semua itu cukup, tanyakanlah lagi apakah dunia ini cukup pantas ditempati oleh seseorang, biji matamu, belahan jiwamu. Jawabku tidak, aku tak pantas menjadi orang tua dan dunia ini juga tak pantas ditempati oleh kekasih jiwaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar