Minggu, 19 Mei 2013

KEPERCAYAAN


Sebagai anak yang selalu diberikan kepercayaan, tetap saja bakat berbohongku menyeruak semarak ibarat jamur di musim penghujan. Tapi, ada yang selalu yang kujauhkan dari sasaran kebohongan: emakku. Bagaimanapun, dia adalah orang yang selalu memberikanku kepercayaan sejak kecil. Satu kebohongan, pasti akan menghancurkan seluruh kepercayaannya.

Karena rasa percaya itu pulalah, aku selalu berharap ibukupun melakukan hal yang sama, jujur dan selalu menjaga kepercayaan dari anaknya. Tapi, ada dua hal yang pernah membuatku memikirkan kembali soal kepercayaanku kepadanya. Di awal tahun ini, ia kembali harus dirawat di rumah sakit. Karena tak ingin aku panik dan langsung pulang ke Medan, ia putuskan untuk membohongiku dan bilang kalau dia hanya sakit dan istirahat di rumah.




Ini sedikit tentang rahasiaku: sulit sekali menyimpan rahasia dariku. Jadi, walau dia sudah mewanti-wanti semua orang agar tidak memberitahukan keadaannya, tetap saja aku tahu kalau dia sedang diopname. Mungkin, orang pikir ibuku sudah membuat keputusan yang benar karena ia ingin agar aku tidak panik. Tapi, tidak ada satu orang pun yang ingin dibohongin, seberapapun sakitnya kebenaran itu. Atas nama kebaikan, terus terciptalah apa yang disebut white lies. Sebagai seorang pembohong, marilah bicara jujur. Kebohongan itu seperti anjing, ia buta warna. Jadi, tak ada itu yang namanya white lies.

Yang kedua, dulu, beberapa tahun yang lalu, pernah aku pulang ke rumah dalam keadaan lelah dan lapar. Di lemari makan ada lauk daging. Saat kutanya ibuku apakah itu daging babi, ia tidak menjawab dan hanya diam. Karena sedang lapar berat, aku pun langsung mencicipi daging itu. Dan aku tahu itu bukan daging babi. Langsung kucecar ibuku dan kutanya daging apa sebenarnya yang kumakan tadi. Iapun tertawa dan menjawab kalau yang di lemari makan adalah daging anjing. Langsung saja aku merasa tertipu. Walau ia tidak membohongiku, tapi ia membiarkanku berpikir yang salah. Menurutku, itu juga kebohongan. Rasanya jarang aku bicara dan memohon dengan amat sangat agar jangan pernah ia berbuat begitu lagi. Waktu itu, iapun menyanggupinya.

Memang, menjaga kepercayaan butuh kerja keras. Ada banyak hal yang dapat menghancurkan kepercayaan. Kebohongan adalah salah satu yang paling nyata. Tetapi, seperti yang dilakukan ibuku, membiarkan orang lain tidak mengetahui suatu kebenaran, itu juga melukai kepercayaan.

Beberapa hari ini aku terus memikirkan tentang kepercayaanku pada seorang teman yang sudah kuanggap seperti abang sendiri. Sayangnya, aku tak tahu apakah bisa percaya padanya atau tidak. Memang sih, selama aku tak tahu kebenarannya, tidak ada masalah. Tapi seperti yang kutulis sebelumnya, sulit sekali menyimpan rahasia dariku. Bahkan walau aku tak berusaha mencari tahupun, kutemukan kebenaran itu. Memang kebenaran itu terkadang menyakitkan. Tetapi kebenaran memberi kita sebuah cermin yang jernih untuk bisa menilai seseorang.

Menjaga kepercayaan memang tak mudah. Seperti ibuku yang kurasa dia tahu kemarahanku saat ia membohongiku, baik soal sakitnya maupun soal daging anjing itu. Soal sakitnya, memang belum kulihat suatu perubahan besar dalam sikapnya. Tetapi soal daging anjing tadi, aku merasa dia melakukan hal yang besar untuk kembali mendapat kepercayaanku. Sekarang di rumah kami, sepertinya ada peraturan yang tidak tertulis, daging yang kuharamkan tidak dimasukkan ke dalam lemari makan. Bahkan, karena belakangan aku juga tidak memakan daging sapi, sapipun tak lagi jadi hidangan di meja makan kami, selama aku ada di rumah.

Seperti halnya cinta, percaya juga sebuah kata kerja. Itu artinya kita harus berusaha untuk mendapat dan menjaganya. Sayangnya banyak orang yang menginginkan kepercayaan buta dan berharap bisa membodohi semua orang, seperti temanku tadi. Harusnya kukatakan padanya, tuhan sajapun bekerja keras untuk mendapat dan menjaga kepercayaan umatnya. Buktinya ia mengirim anaknya yang tunggal untuk disalib dan mati demi membuktikan janjinya tentang keselamatan. Lantas, apakah pantas kita berleha-leha dan berharap orang percaya tanpa pernah kita membuktikan kalau kita memang pantas mendapatkannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar